Perketat Pengawasan Distribusi BBM Subsidi Nelayan Kecil Tradisional, Ombudsman – KNTI Teken MoU

Image

JAKARTA,PROKALTIM – Ombudsman RI (ORI) bersama Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) melakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama/Memorandum Of Uderstanding (MoU).

MoU dilakukan dalam Seminar Nasional Kebijakan Anggaran BBM Bersubsidi dan Perlindungan Nelayan Tradisional Kecil, yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Inisiatif di Swiss Bell Mangga Besar, Jakarta, Kamis (25/11).

MoU ditandatangani oleh M Najih selaku Ketua ORI dan M Riza Adha Damanik selaku Ketua Umum KNTI. Hal ini dilakukan untuk melaksanakan kerja sama dalam upaya perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik dalam implementasi kebijakan dan program perlindungan dan pemberdayaan nelayan kecil dan tradisional di Indonesia.

“MoU ini bertujuan untuk meningkatkan kerja sama para pihak dalam menjalankan tugas dan peran masing-masing Lembaga dalam upaya perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik dalam implementasi kebijakan dan program perlindungan dan pemberdayaan nelayan kecil dan tradisional di Indonesia,” kata Riza.

Dalam kesempatan yang sama Hery Susanto Anggota ORI yang menjadi Key Note Speaker dalam seminar tersebut menjelaskan tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) sektor kelautan dan perikanan yang bertumpu pada harmoni dari peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup, dan pengelolaan yang berkelanjutan. Ia berpendapat tata kelola kebijakan kelautan dan perikanan Indonesia dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan perlu keterlibatan semua pihak secara bertanggung jawab dan berkelanjutan agar bisa mendukung kelestarian ekosistem dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Dalam menghadapi problematika distribusi BBM Bersubsidi untuk nelayan tradisional, pihaknya mendapati sulitnya menetapkan jumlah kebutuhan BBM yang tepat bagi kapal-kapal ikan, dikarenakan tidak ada atai sulitnya mendapatkan data kapal dan data operasionalnya yang valid.

“Secara umum nelayan tidak bisa mengakses BBM bersubsidi, sebab nelayan tradisional banyak tidak memiliki surat rekomendasi untuk membeli BBM bersubsidi,” beber Hery.

Lalu katanya, alokasi yang diberikan untuk SPBU-N seringkali sudah habis di pertengahan bulan atau sebaliknya, hal ini terkait dengan musim melaut nelayan.

“Adanya perpindahan kelompok nelayan ke lokasi lain sesuai dengan musim, sehingga menyulitkan penetapan alokasi secara tetap di suatu wilayah kabupaten/kota tertentu,” pungkasnya. (cow)