PROKALTIM,BALIKPAPAN – Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kota Balikpapan Beraksi menggelar demonstrasi di depan Gedung DPRD Kota Balikpapan pada Jumat (21/2/2025).
Aksi ini bertujuan untuk memprotes kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang dinilai merugikan masyarakat, dengan fokus pada isu nasional dan permasalahan lokal yang dirasakan warga setempat.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menuntut Presiden Prabowo Subianto untuk mencabut kebijakan efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Mereka juga menolak revisi UU Minerba dan menyuarakan sejumlah isu lokal, seperti kecelakaan di Muara Rapak, parkir liar kendaraan di Kilometer 15, serta masalah banjir dan krisis air bersih yang melanda Balikpapan.

Aksi ini diikuti oleh lima organisasi mahasiswa, yaitu GMNI, BEM Uniba, HMI, GMKI, dan BEM Poltekba. Koordinator Lapangan GMNI Kota Balikpapan, Tiondy Kawutu, menyampaikan protes keras terkait kebijakan pemerintah yang dianggap semakin memberatkan masyarakat.
Tiondy menegaskan bahwa meskipun Balikpapan baru saja merayakan ulang tahun pada 10 Februari 2025 dengan janji menjadi kota yang bersih, indah, aman, dan nyaman, kenyataannya kota ini masih jauh dari harapan tersebut.
Tiondy juga menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang berpotensi memangkas dana untuk sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan.
“Kami menilai program makan bergizi gratis yang menjadi andalan pemerintah justru membebani anggaran negara,” ungkap Tiondy.
Mahasiswa juga mengkritik kebijakan efisiensi anggaran yang dianggap tidak tepat sasaran, seperti pemborosan anggaran untuk kabinet yang terdiri dari banyak menteri, wakil menteri, dan staf khusus. Mereka mengusulkan agar efisiensi dilakukan pada sektor yang lebih substansial, seperti pengurangan anggaran perjalanan dinas dan kegiatan yang tidak mendesak.
Selain itu, mahasiswa juga menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Minerba, yang memberikan izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan, perguruan tinggi, dan UMKM.
Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini dapat memperburuk kerusakan lingkungan di Kalimantan Timur, yang sudah sangat terdampak oleh aktivitas pertambangan.

“Keterlibatan perguruan tinggi dalam industri pertambangan merusak independensi akademik dan membatasi ruang gerak mahasiswa dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat,” tambah Tiondy.
Isu lokal juga menjadi sorotan dalam aksi ini, termasuk kecelakaan di Muara Rapak yang disebabkan oleh kelalaian dalam pengaturan jam operasional kendaraan berat. Mahasiswa mengkritik pemerintah yang dinilai kurang tegas dalam menindak kelalaian tersebut.
Masalah parkir liar di Jalan Kilometer 15 juga diangkat, yang telah menyebabkan kecelakaan fatal, termasuk melibatkan mahasiswa dari STT Migas dan ITK.
“Masih banyak masalah yang belum ditangani dengan serius, seperti banjir dan krisis air bersih yang menjadi masalah utama di Balikpapan,” tutup Tiondy.
Aksi ini mencerminkan berbagai keresahan masyarakat Balikpapan terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai semakin memberatkan kehidupan sehari-hari warga. (to)