JAKARTA,PROKALTIM – Kabar mengejutkan bagi pelaku industri perhotelan di Indonesia. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengaku tak bisa berbuat banyak soal pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang mengandung banyak kontroversi, termasuk pasal zina.
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan pemerintah bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada wisatawan, baik mancanegara maupun dalam negeri, terkait pasal zina tersebut.
“Karena ini sudah disahkan, tentu pemerintah harus menyelesaikan atau meluruskan apa yang dikhawatirkan wisatawan. Sehingga dampak yang kita khawatirkan itu tidak terjadi. Karena kan enggak mungkin kita apa-apain, sudah disahkan juga,” jelasnya, seperti dilansir dari CNNIndonesia.com, Kamis (8/12).
Menurutnya, pernyataan dari berbagai negara soal KUHP baru membuat pemerintah memiliki ruang atau kewajiban untuk meyakinkan pasar sehingga kekhawatiran penurunan pariwisata Indonesia tidak terjadi.
Ia menegaskan sebaiknya menghindari segala isu atau narasi yang kontraproduktif terhadap branding atau promosi yang dilakukan untuk mengembalikan pariwisata Tanah Air.
Meski Maulana tidak mengungkap potensi penurunan dengan disahkannya KUHP baru ini, kekhawatiran tersebut pasti ada.
Lebih lanjut, ia mengatakan permasalahan KUHP baru ini ada pada pemahaman dan keyakinan tidak adanya kriminalisasi. Dengan begitu, Maulana menekankan harus ada penjelasan dan jaminan khusus yang meyakinkan dari si pembuat uu.
“Kita bicara secara nasional. Belum ada delik aduan saja sebenarnya polemik itu sering terjadi, tapi pada level Satpol PP saja. Sekarang sudah naik ke level kepolisian karena merupakan tindak pidana,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah bersama DPR telah mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang alias KUHP dalam rapat Paripurna pada Selasa (6/12).
KUHP baru dinilai masih memuat pasal-pasal warisan kolonial dan rentan digunakan sebagai alat kriminalisasi. Koalisi sipil pun terus menggaungkan dan menggelar demo menolak KUHP tersebut.
Beleid baru itu juga mengatur ketentuan hubungan seks di luar pernikahan. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 413 ayat (1) bagian keempat tentang Perzinaan.
Dalam beleid tersebut, orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan dapat diancam pidana penjara satu tahun.
“Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” bunyi pasal 413 ayat (1).
Meski begitu, ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan. Aturan itu mengatur pihak yang dapat mengadukan yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Lalu, orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. (*/chow)