Search
Search
Close this search box.

Pelarangan Jilbab Paskibraka Putri, DPR: Prihatin atas Aturan BPIP

PROKALITM,JAKARTA – Aturan yang dibuat oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) membuat Paskibraka putri berpotensi menanggalkan jilbabnya saat melakukan tugas pengibaran bendera pusaka pada upacara kenegaraan 17 Agustus 2024 mendatang di IKN, membuat prihatin anggota Komisi VIII DPR RI Wisnu Wijaya dan mempertanyakan aturan ini.

Melansir laman dpr.go.id, aturan Kepala BPIP tersebut tidak menyebutkan secara eksplisit melarang penggunaan jilbab bagi Paskibraka putri. Namun, aturan tersebut hanya memuat ketentuan penyeragaman seragam kepada Paskibraka putri, baik yang berjilbab maupun yang tidak, untuk momen pengukuhan dan pelaksanaan petugas upacara HUT ke-79 RI di IKN mendatang.

Wisnu menegaskan bahwa klaim BPIP bahwa aturan itu dibuat secara sukarela sulit diterima dengan akal sehat.

“Selain tidak bijaksana, aturan itu juga dibuat dengan dasar yang lemah karena secara filosofis bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi, yakni sila pertama Pancasila dan Pasal 28E ayat (1-2) serta Pasal 29 ayat (1-2) UUD NRI 1945,” tegas Wisnu.

Politisi PKS ini khawatir tentang upaya sekularisasi yang ditunjukkan oleh undang-undang BPIP yang menyasar anggota Paskibraka wanita berjilbab.

“Kami tegas menentang hal itu. Indonesia adalah negara berketuhanan, bukan negara sekuler. Artinya, negara mendudukan agama sebagai nilai-nilai (value) yang bersenyawa dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat serta praktik berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia. Bukan justru menegasikannya dari praktik berbangsa dan bernegara kita, sebagaimana tercermin dari aturan BPIP tersebut,” jelasnya.

Wisnu mengungkapkan, bahwa alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 secara jelas menunjukkan bahwa Indonesia adalah Negara yang berketuhanan.

“Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Artinya, para founding fathers Republik, baik yang berhaluan nasionalis, bahkan yang komunis pada masa itu, juga mengakui bahwa republik ini bisa merdeka dan berdiri karena adanya peran ilahiyah, bukan semata-mata karena usaha material mereka saja,” terangnya.

Jadi, lanjut Wisnu, apabila ada kebijakan penyelenggara negara yang justru memposisikan praktik keagamaan dengan praktik kebangsaan secara berhadapan (vis a vis) atau saling menegasikan satu sama lain, itu menjadi ahistoris dan tidak relevan.

Selain itu, Wisnu menyarankan agar BPIP segera merevisi aturan tersebut. Dia ingin aturan tersebut memenuhi kebutuhan muslimah anggota paskibraka yang ingin menggunakan jilbab secara proporsional.

“Kami mendorong agar aturan itu mencerminkan jalan tengah. Jilbab tetap bisa digunakan, bagi yang menghendaki, sepanjang model dan cara penggunaanya tidak membuat performa dari anggota paskibraka terganggu dan tetap terlihat patut. Lagipula, sejauh ini belum ada temuan yang menunjukan bahwa penggunaan jilbab bagi wanita yang berperan di ranah publik mengganggu performa mereka selama menjalankan tugas dan tanggungjawabnya,” jelasnya. (tn/*)

Agar Tidak Ketinggalan Informasi Terbaru
Ikuti Berita Kami di Google News, Klik Disini

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top

PROKALTIM GROUP

Kategori Berita
Daerah

Pendaftaran Kolomnis Kaltimsiana

[gravityform id="3" title="false" description="false" ajax="true"]