SAMARINDA,PROKALTIM – Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Kaltim pada 2021 berada di tingkat pertama dari 34 provinsi. Sedangkan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) di tahun yang sama berada di posisi ke-8. Perbedaan posisi yang mencolok ini harus ditelusuri, karena pengukuran kedua indeks tersebut memiliki objek yang hampir serupa, yakni soal keterbukaan informasi. Hal inilah yang menjadi salah satu pembahasan pada diskusi kelompok yang digelar KI Kaltim bekerja sama dengan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kaltim, di Hotel Aston, Samarinda pada Kamis (27/10/2022).
Hadir sebagai pembicara Komisioner KI Kaltim Indra Zakaria dan Ketua SMSI Kaltim Abdurrahman Amin. Pada acara yang dipandu Komosioner KI Kaltim Erni Wahyuni sebagai moderator tersebut, dihadiri oleh sejumlah elemen mahasiswa dan perwakilan media massa di Kota Samarinda.
Indra dalam pemaparannya menyebut jika perbedaan posisi yang mencolok ini harus diketahui penyebabnya. Hal itu akan dapat dijadikan landasan untuk memperbaiki sejumlah kekurangan di daerah terkait keterbukaan informasi publik, di mana Kaltim yang keluar dari posisi 5 besar.
“Kalau Indeks Kemerdekaan Pers Kaltim berada di posisi pertama, ya paling tidak Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kaltim idealnya berada di posisi lima besar. Kalau perbedaan posisinya jauh, ini harus kita telusuri,” kata Indra.
Menurutnya, salah satu perbedaan posisi tersebut diduga karena informan yang digunakan untuk mengukur dua indeks tersebut memang berbeda. Kalau IKP menggunakan para wartawan sendiri yang dijadikan sebagai informan. Mereka terdiri atas perwakilan organisasi wartawan dan pimpinan media massa. Sedangkan pada pengukuran IKIP, informan yang digunakan lebih luas.
“Mulai aparat hukum, unsur pemerintah, LSM dan perwakilan wartawan sendiri,” tandas Indra.
Sementara itu, Rahman sapaan Abdurrahman Amin dalam pemaparannya menyampaikan sejumlah rekomendasi yang dihasilkan dari pengukuran IKP di Kaltim. Meski Kaltim berada di posisi pertama, bukan berarti kondisi pers di Bumi Etam sudah baik.
“Banyak hal yang masih harus diperbaiki,” ungkap Rahman yang juga Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim ini.
Beberapa hal yang harus diperbaiki tersebut, lanjut Rahman, adalah tingkat kesejateraan pekerjaa pers yang berpengaruh terhadap kualitas wartawan. Menurutnya, dua hal ini menjadi isu utama yang menjadi PR organisasi pers dan perusahaan media.
“Wartawan sebagai pekerja intelektual harus memiliki jaminan kesejahteraan. Namun untuk mendukung hal tersebut wartawan tentu harus memiliki kualitas dan kemampuan yang mumpuni. Hal ini sangat berkaitan dengan sajian atau konten berita yang dihasilkan,” ungkapnya. (*)