Krisis BBM Melanda Balikpapan, Hery Sunaryo Sebut Antrian Panjang di SPBU Timbulkan Kepanikan Warga

PROKALTIM,BALIKPAPAN – Kondisi Kota Balikpapan saat ini berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan dan mencekam. Masyarakat disibukkan dengan antrean panjang di berbagai SPBU akibat kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM), yang tak kunjung teratasi meski telah menjadi persoalan klasik bertahun-tahun.
Praktisi hukum Kota Balikpapan, Hery Sunaryo, menyatakan bahwa kekosongan BBM ini berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap perekonomian daerah. Ia menyoroti inkonsistensi pernyataan dari Pertamina. Sebelumnya disebutkan bahwa kelangkaan terjadi karena minimnya jumlah SPBU, namun kenyataan hari ini, SPBU tersedia tetapi BBM tidak ada.
“Mulai dari pagi hingga malam, tepat pukul 23.00 WITA, warga masih mengantre BBM. Jenis Pertalite, Pertamax, hingga Pertamax Turbo semuanya kosong,” ungkap Hery kepada awak media, pada Senin (19/5/2025).
Hery juga menyoroti ironisnya situasi ini mengingat Balikpapan adalah kota pengelola migas dengan kilang terbesar kedua di Indonesia, bahkan saat ini sedang dalam tahap perluasan kilang dengan investasi mencapai triliunan rupiah.
“Ini menunjukkan ada kegagalan dalam perencanaan. Pertamina Patra Niaga tidak seharusnya bekerja seperti pemadam kebakaran—baru bergerak setelah masalah terjadi. Mereka seharusnya memiliki perencanaan yang matang dan sistem distribusi yang bisa diandalkan,” tegasnya.
Menurut Hery, pemerintah kota harus segera bertindak cepat dan membentuk satuan tugas (satgas) untuk memanggil dan meminta pertanggungjawaban dari pihak Pertamina Patra Niaga. Ia juga mendorong aparat penegak hukum—kejaksaan maupun kepolisian—untuk menyelidiki penyebab kelangkaan ini.
“UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN memungkinkan tindakan hukum terhadap BUMN oleh kejaksaan dan kepolisian. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Banyak warga kini mendorong kendaraan di jalanan karena kehabisan BBM, dan sektor transportasi seperti ojek online serta angkutan umum sangat terdampak,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa perhitungan kuota BBM sebenarnya tidak sulit karena data kendaraan telah tersedia. Permasalahannya lebih pada lemahnya pengelolaan distribusi oleh pihak yang berwenang.
“Pemerintah kota dan aparat hukum harus turun tangan. Situasi ini adalah preseden buruk, terutama bagi kota yang dikenal sebagai pusat migas nasional,” pungkas Hery. (to)