PROKALTIM,SAMARINDA – Head of Communication Relation dan CID Zona 10 PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT), Dharma Saputra, mengatakan bahwa PHKT mendukung pengembangan kopi Liberika Luwak oleh kelompok tani di sekitar wilayah operasi utara. Ini merupakan bagian dari program penguatan kapasitas masyarakat pasca-berhentinya perusahaan inti pengelola karet di wilayah tersebut.
Program kolaborasi yang dimulai sejak 2018 ini mendorong pemanfaatan lahan eks perkebunan karet menjadi kebun kopi Liberika, varietas yang terbukti cocok ditanam di dataran rendah Kalimantan Timur. Menariknya, proses fermentasi biji kopi ini dibantu oleh satwa luwak liar yang habitatnya tetap dijaga oleh para petani.
“Inisiatif ini berasal dari kelompok tani. Kami hanya memfasilitasi sarana produksi yang ramah lingkungan, termasuk pupuk kompos dari limbah domestik kami,” jelas perwakilan PHKT dalam konferensi pers bersama wartawan, yang berlangsung di Ruang WIEK Diskominfo Kaltim, Kota Samarinda, pada Senin (8/9/2025).
Kini, kopi Liberika Luwak tersebut telah dipasarkan ke hotel-hotel dan perusahaan tambang di Kaltim. Harganya pun premium, mencapai Rp450 ribu per 100 gram. Luas lahan kopi yang sudah dikembangkan mencapai 35 hektare.
Pemerintah Provinsi Kaltim juga mendukung lewat pembangunan rest area di jalur Samarinda–Bontang, yang memungkinkan wisatawan mencicipi kopi luwak sambil menyaksikan langsung proses fermentasinya.
“Selain membantu ekonomi petani, ini juga bentuk konservasi. Dulu luwak dianggap hama, sekarang justru jadi mitra produksi,” pungkasnya.
Dia juga menyampaikan tentang sebuah destinasi yang memadukan kopi satwa luwak dengan proses alami, yakni Rindoni, Ketua Kelompok Tani Kapak Prabu.
Di sisi lain, saat ditanya mengenai Program CSR dan Program Pengembangan Masyarakat (PPM), dia menjelaskan bahwa CSR merupakan program secara keseluruhan, yang dapat berupa donasi atau bantuan pada momen tertentu seperti ulang tahun kemerdekaan atau perayaan Maulid Nabi. Sedangkan PPM adalah bagian dari CSR yang khusus memperkuat kapasitas kelompok masyarakat.
Dia juga menambahkan, populasi luwak saat ini didukung pendataannya oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
“Mereka yang melakukan pendataan terkait perkembangan populasi luwak. Kami melibatkan BKSDA karena ada kekhawatiran di masyarakat terkait pemburuan luwak. Luwak-luwak yang selama ini diburu oleh sebagian masyarakat kemudian dibeli oleh kelompok tani, agar tidak dijadikan konsumsi atau perhiasan,” jelasnya.
Perubahan pengelolaan luwak ini diserahkan kepada kelompok tani, yang kemudian merawat dan menghargai satwa tersebut. Meski ada pemahaman bahwa luwak liar tidak boleh dikandangkan, menurutnya ini merupakan bentuk konservasi agar satwa ini tidak lagi menjadi komoditas buruan karena dulu dianggap hama.
“Nah, selain di Kalimantan Timur, kami tahu program serupa juga ada di Kalimantan Selatan. Namun, yang sedang kami kembangkan secara besar-besaran ada di Kalimantan Timur,” pungkasnya. (to)







Be First to Comment