Press "Enter" to skip to content

Media Sosial Kehilangan Kepercayaan Publik di Indonesia dan Dunia

nfluencer salah satu pilar penyebaran konten di platform digital.

PROKALTIM – Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Platform digital seperti Facebook, Instagram, X, TikTok, dan YouTube bukan hanya ruang interaksi sosial, tetapi juga sumber utama informasi publik. Namun, di balik tingginya tingkat penggunaan, kepercayaan publik terhadap media sosial sebagai sumber informasi dan ruang ekspresi kini berada di titik kritis. Baik secara global maupun dalam konteks Indonesia, tanda-tanda penurunan kepercayaan semakin nyata dan tidak lagi dapat dianggap sebagai tren sesaat.

Paradoks Era Digital: Digunakan Massif, Dipercaya Minim

Fenomena utama yang mencolok adalah paradoks era digital: penggunaan media sosial tetap tinggi, tetapi tingkat kepercayaan publik justru melemah. Digital News Report 2025 yang dirilis Reuters Institute dan University of Oxford mencatat bahwa sekitar 57% responden di Indonesia mengandalkan media sosial sebagai sumber berita. Angka ini hanya sedikit di bawah media daring secara umum yang mencapai 79%.

Namun, tingginya konsumsi tidak berbanding lurus dengan kepercayaan. Secara global, tingkat kepercayaan terhadap konten di media sosial tergolong rendah, terutama pada konten yang diproduksi oleh influencer. Di Indonesia, hanya sekitar 32% responden yang menyatakan percaya pada influencer sebagai sumber informasi, menunjukkan adanya jarak antara popularitas dan kredibilitas.

Ketidakamanan Berekspresi di Ruang Digital

Selain persoalan kepercayaan informasi, rasa aman dalam berekspresi juga menjadi isu serius. Survei nasional di Indonesia menunjukkan sekitar 71% responden merasa tidak aman menyampaikan pendapat di media sosial. Meskipun platform menyediakan kebebasan teknis untuk berbicara, risiko sosial dan hukum membuat banyak pengguna memilih untuk membatasi diri.

Berbagai kasus di mana unggahan kritis berujung pada pelaporan hukum, persekusi digital, atau intimidasi memperkuat persepsi bahwa media sosial bukan lagi ruang yang sepenuhnya aman. Kondisi ini berdampak langsung pada kualitas diskursus publik dan mempersempit ruang demokrasi digital.

Disinformasi dan Ancaman Infodemic

Masalah lain yang mempercepat penurunan kepercayaan adalah disinformasi. Media sosial memungkinkan penyebaran informasi secara cepat dan masif, namun mekanisme verifikasi sering kali tertinggal. Informasi palsu, manipulatif, dan menyesatkan—terutama terkait politik, kesehatan, dan isu sosial—menciptakan fenomena infodemic yang merusak kepercayaan publik.

Meski data agregat global tentang penurunan kepercayaan media sosial pada 2025 masih berkembang, jurnalis, peneliti, dan pemeriksa fakta sepakat bahwa disinformasi menjadi salah satu faktor utama runtuhnya legitimasi platform sebagai sumber informasi yang andal.

Platform Populer, Informasi Diragukan

Menariknya, kepercayaan publik terhadap media profesional justru menunjukkan tren yang lebih stabil. Digital News Report mencatat tingkat kepercayaan terhadap media di Indonesia meningkat tipis dari 35% pada 2024 menjadi 36% pada 2025. Hal ini menunjukkan bahwa publik cenderung mempercayai institusi media yang memiliki standar jurnalistik dan akuntabilitas, meskipun kontennya diakses melalui media sosial.

Dengan kata lain, masalah utama bukan pada teknologi distribusi, melainkan pada kualitas, akurasi, dan integritas informasi yang beredar di dalamnya.

Regulasi dan Moderasi Jadi Sorotan

Menurunnya kepercayaan publik mendorong pemerintah di berbagai negara untuk memperketat regulasi platform digital. Indonesia, misalnya, menuntut platform global seperti Meta dan TikTok untuk meningkatkan moderasi konten, terutama terkait disinformasi dan ujaran berbahaya, tanpa harus menunggu permintaan resmi dari pemerintah.

Langkah ini mencerminkan pengakuan bahwa krisis kepercayaan terhadap media sosial berdampak langsung pada stabilitas sosial dan kualitas demokrasi.

Kepercayaan Bergeser, Bukan Menghilang

Kesimpulannya, kepercayaan publik terhadap media sosial tidak sepenuhnya hilang, tetapi bergeser. Publik menjadi lebih selektif, lebih kritis, dan tidak lagi menerima informasi secara mentah. Media sosial akan tetap digunakan, namun kepercayaan kini harus dibangun ulang melalui transparansi algoritma, moderasi konten yang efektif, serta perlindungan nyata terhadap kebebasan berekspresi.

Di persimpangan digital ini, masa depan media sosial ditentukan oleh satu hal utama: apakah platform mampu mengembalikan kepercayaan publik, atau justru terus kehilangan legitimasi sebagai ruang publik digital. (chow)

Be First to Comment

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *