Search
Search
Close this search box.

Hijrah dari Karyawan Jadi Pengusaha, Brian Murpratomo Owner Kamu Pasti Kepedasan

BRIAN MURPRATOMO, salah satu pemilik usaha warung Kamu Pasti Kepedasan (KPK) ini memulai usaha sejak tahun 2012 lalu. Brian, begitu pria berusia 31 tahun ini disapa. Dia merelakan meninggalkan pekerjaan kantoran demi menjadi seorang pengusaha. Menangkap peluang untuk meraih kesuksesan. Usia bukan lagi menjadi ukuran sebuah kesuksesan. Generasi muda pun bisa menonjol, salah satunya melalui bisnis yang mereka bangun.

Basic saya sebelum usaha itu, saya bekerja di bidang entertaint, mulai dari MC, event organizer (EO) hingga magician. Sambil itu berjalan, saya kerja kantoran,” kata Brian.

Sebagai bentuk pengabdian, dirinya pun mengikuti apa yang menjadi kehendak kedua orangtuanya. Kerja kantoran merupakan harapan dari kedua orangtuanya. Ini lantaran masih melekatnya mindset, bahwa orang yang bekerja di kantor akan mencapai kesuksesan.

“Sebagai anak yang baik saya ngikuti kemauan orangtua,” katanya.

Brian juga menyampaikan, dia pun memilih resign dan memutuskan membuka usaha kuliner. Karena dia merasa bekerja di kantor bukanlah passion-nya, dan usaha yang dipilih pun yang laris di pasaran, yakni makanan tradisional.

“Kulinernya enggak macam-macam, masakan tradisional,” lanjut dia.

Alasannya, dia melanjutkan, makanan tradisional akan tetap sama meski diolah seperti apapun. Berkat usahanya ini, dirinya pun pernah diajak dinas terkait untuk ikut pameran kuliner.

“Makanan tradisional itu mau diapa-apain bakal tetap begitu. Misalnya, ayam penyet kalau diapakan bakal tetap ayam penyet,” jelas Brian.

Sementara untuk makanan modern, memacu pemilik usaha untuk terus berpikir. Baik itu dari segi marketing maupun inovasi agar tidak kalah bersaing,

“Kalau modern, takutnya nanti itu jatuhnya malah musiman. Kalau tim yg kuat sih enggak apa-apa ambil kekinian,” imbuhnya.

Awal merintis usaha, dia menggunakan gerobak. Semua dilakukan sendiri. Menunya pun terbatas, salah satunya adalah ayam geprek.

“Kenapa namanya KPK? Karena terinspirasi dari kasus Gayus Tambunan yang ditangkap KPK. Itu ‘kan heboh. Saya pun cari-cari nama, di Google banyak sekali yang pakai nama itu. Namun setelah berpikir, tercetuslah nama ini. Karakternya kuat, pedas ini lidah Indonesia banget,” jelas dia.

Dua tahun berjualan, dia pun memutuskan untuk menjual gerobaknya. “Saya ingat sekali, saya jual gerobak buat beli cincin nikah,” kenangnya.

Sekitar tahun 2015, dia pun merambah usaha lain. Saat itu batu akik tengah jadi tren, mulailah mengembangkan usaha baru. Usaha itu hanya bertahan satu tahun saja. Meskipun hanya mengikuti tren, namun lumayan mendapatkan keuntungan yang sangat baik.

“Setelah batu akik sudah tidak ramai lagi, saya memutuskan membuka kembali warung KPK. Dulu saya kerjakan sendiri tidak ada satupun yg mau bekerja di tempat saya, alhamdullilah kini punya 14 karyawan. Dari dulunya 10 menu, kini ada sekitar 30 menu,” terang dia saat ditemui di warung KPK, Jalan MT Haryono.

Baca juga  14 ribu Vaksin akan Tiba, Budiono: Dukung Percepatan Vaksin Masyarakat Balikpapan

Tidak berhenti di situ, dia pun terus berinovasi untuk tetap bertahan di tengah ketatnya persaingan usaha kuliner. Empat tahun terakhir, Brian pun merambah impor iga dan bebek.

“Kalau iga itu impor dari Australia sejak satu atau dua tahun lalu. Sedangkan bebek sekitar empat tahun lalu lah, awalnya dari Malaysia kemudian pindah ke Surabaya. Kalau cumi lokal aja, kalau habis baru impor,” paparnya.

Selain porsinya yang jumbo, Brian juga meracik bumbunya sendiri. Menariknya, warung KPK mempersilakan pengunjung untuk memilih lauknya sendiri, mengambil nasi dan lalapannya pun sendiri, Pengunjung cukup membayar lauknya saja.

Menjalankan usaha tentu tidak selalu berjalan mulus. Mendirikan warung makan yang mengutamakan cita rasa lokal adalah tantangan tersendiri di era 4.0. Brian pun merasakan jatuh bangun dalam membangun usahanya. Mulai dari tempat usaha kebanjiran hingga biaya sewa yang selalu membayangi mimpinya.

“Sebenarnya yang paling jadi kendala sih karyawan yang keluar masuk. Saat ini kebanyakan karyawan saya dari luar daerah, karena saya bingung juga dengan pola pikir anak muda di sini.” keluhnya.

Oleh karenanya, dia mengajak generasi muda untuk berani mencoba. Kesuksesan bisa diraih tidak hanya menjadi pegawai, tetapi juga dengan membuka usaha meski dari nol.

“Terpenting jangan pernah malas atau banyak mengeluh. Bermimpilah lebih tinggi, banyak berdoa, dan paling penting meminta doa dan restu di setiap langkah yang diambil,” pungkasnya.

 

SELAMA PPKM MENU IGA YANG LAGI LARIS

Di Warung KPK untuk selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKKM) ini ada beberapa menu yang lumayan dicari sama masyarakat Balikpapan yaitu Iga. Warung KPK mengeluarkan Iga bakar, iga bakarnya ini sizenya besar, porsinya besar. Itu Kebetulan aku pakai Iga sapi Impor bukan dari lokalan, jadi dia benar-benar pedaging dengan harga Rp70 ribu satu porsi.

“Iga itu besar sekali, itu bisa dimakan 2-3 orang, saya rasa cukup besar karena saya menyajikan pakai 1 cobek yang sizenya itu pakai cobek sambel yang besar, dan Iganya besar dan empuk, saya order Iga sapi ini impor dari negara Australia,” kata Brian.

Dia juga menyampaikan, cara penyajiannya ada dua macam, yaitu digoreng dan dibakar. Biasanya kalau pada umumnya di restoran Iga, kalau orang makan Iga dengan menggunakan pisau, karena susah harus diiris dulu. Nah kalau di warung KPK sendiri sudah dipotong-potong jadi sampai di penyajian di meja atau di rumah pada take away. Tidak usah cari pisau lagi sudah tinggal makan saja, nah itu yang membuat pengunjung tertarik makan Iga di warung KPK.

Baca juga  BTN-NU CIRCLE Gelar Santri Developer Kebangsaan, Wakil Ketua MPR: Santri Harus Diberi Kesempatan Jadi Developer Perumahan

“Selain iga bakar di warung KPK, juga menyajikan 1 ekor bebek bisa satu keluarga dengan harga Rp70 ribu berarti harganya sekitar hingga Rp 20 ribu, jadi murah banget untuk yang di rumah jangan pada saat mau take away. Untuk makan satu keluarga itu sudah cukup, udah lengkap sama nasi sama lalapan sama sambelnya, mau digoreng atau dibakar sama saja harganya,” ucapnya.

 

 

OMZET SELAMA PPKM, TURUN HINGGA 90 PERSEN

Tanggapan PPKM bagi warung KPK, juga seperti warung makan, rumah makan, resto atau warung di pinggir jalan kayaknya hampir sama semua. Terutama untuk warung KPK dampaknya hampir 80-90 persen turun dari omzet. Tetapi tetap dijalankan, tetap buka tapi selama satu minggu itu tidak ada kenaikan malah lebih parah, yang hanya ada pengeluaran lebih banyak dan akhirnya mau tidak mau itu harus ditutup.

“Mengurangi kos pengeluaran, kita tutup dulu di tengah perjalanan baru kita buka lagi, tapi dengan batasi karyawan, akhirnya polanya diubah, 3 orang masuk dan 4 orang libur, besok 4 orang masuk dan 3 orang libur dan pola diubah-ubah. Jadi akhirnya dampaknya kalau dihitung 80 persen hancurnya warung KPK.

Mau segala macam bentuk itu dibilang PPKM darurat sampai level 4 apalah itu tetap dan sekarang ini saja yang polanya maksimal 30 orang sama 20 menit disebut juga tidak terlalu berpengaruh baik untuk warung KPK.

“Karena mansetnya orang itu beda-beda, ada orang menghitung makan 20 menit dari masaknya, ada yang menghitung dari penyajiannya. Padahal yang dihitung 20 menit itu dari makan, bukan dari penyajiannya. Sebenarnya juga kenikmatan seseorang makan itu walaupun kita di rumah, jadi kita sama keluarga kita makan duduk di satu meja pasti ada kesempatan berbicara, bukan habis makan langsung cuci piring,” ungkapnya.

Lanjut Brian, duduk makan buah dulu ngemil dulu, ngerokok dulu atau dia ngeteh dulu sebentar. Nah itu kalau makan 20 menit cukup tapi menurunkan makanannya itu dengan berbicara dulu sama keluarga, sama teman rekan bisnis, itu pasti tidak akan cukup. Di rumah makan seberapa lama sih, sebenarnya makan kalau orang di rumah makannya ada berbicara sebentar, setelah itu pulang.

“Beda dengan Cafe yang menyajikan tempat nongkrong ada wi-fi atau apa itu pasti nongkrong. beda dengan tempat makan saya rasa tidak lama. Cuma kalau disamaratakan ya akhirnya yang terjadi saat ini banyak penolakan-penolakan yang muncul di media sosial (medsos). Warteg aja yang ibaratnya tidak memasak tinggal penyajian ambil-ambil saja makan di tempat itu nggak cukup dengan waktu 20 menit,” ujarnya.

 

Penulis : Muhammad Ato

Agar Tidak Ketinggalan Informasi Terbaru
Ikuti Berita Kami di Google News, Klik Disini

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top

PROKALTIM GROUP

Kategori Berita
Daerah

Pendaftaran Kolomnis Kaltimsiana

[gravityform id="3" title="false" description="false" ajax="true"]