PROKALTIM – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti pemangkasan anggaran pendidikan, baik di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) maupun Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek).
JPPI menilai terdapat banyak kejanggalan dalam pengelolaan anggaran pendidikan, bukan hanya terkait pemotongan, tetapi juga sejak tahap perencanaan alokasi anggaran.
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan ada tiga kejanggalan utama yang perlu disoroti.
Pertama soal alokasi anggaran pendidikan yang salah sasaran. Dari total anggaran pendidikan tahun 2025 yang mencapai Rp724 triliun, Kemendikdasmen hanya mendapat alokasi 4,63% atau sekitar Rp33,5 triliun.
“Ini menjadi pertanyaan besar, mengingat Kemendikdasmen memiliki tanggung jawab utama dalam memastikan hak pendidikan bagi anak-anak Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 UUD 1945 serta menjalankan program Wajib Belajar 13 tahun,” ujar Ubaid Matraji, Jumat (14/2/2025).
Lebih ironis lagi, dari anggaran yang sudah minim tersebut, Kemendikdasmen masih mengalami pemotongan sebesar Rp7,2 triliun dengan alasan efisiensi.
“Ini jelas menunjukkan lemahnya visi presiden terkait pendidikan. Bisa jadi, pendidikan memang tidak menjadi prioritas utama dalam pemerintahan saat ini. Lalu, sebenarnya ke mana arah pendidikan kita?” tanya Ubaid Matraji.
Kedua, soal pernyataan pemerintah yang kontradiktif. Ubaid mengatakan pernyataan pemerintah terkait pemotongan anggaran pendidikan juga membingungkan masyarakat.
Dalam rapat dengan Komisi X DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa tidak ada pemotongan anggaran untuk beasiswa dan KIP. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda.
Dalam presentasi Kemendikti Saintek, jelas disebutkan bahwa dari 844.174 mahasiswa penerima KIP-Kuliah yang masih berkuliah (on going), sebanyak 663.821 mahasiswa tidak akan menerima dana KIP-Kuliah pada tahun 2025 ini. Hal ini berarti ratusan ribu mahasiswa berisiko putus kuliah akibat tidak adanya pendanaan.
Begitu pula di Kemendikdasmen. Saat rapat di Komisi X DPR RI, disampaikan bahwa beberapa program beasiswa juga terdampak, seperti Beasiswa Unggulan, Beasiswa Darmasiswa, dan Beasiswa Indonesia Maju.
“Tampaknya antar kementerian belum memiliki kesepahaman yang jelas. Akibatnya, masyarakat semakin bingung. Pemerintah seharusnya transparan dan tidak menutupi fakta. Ini membuktikan bahwa tata kelola anggaran pendidikan kita masih semrawut dan tidak terkoordinasi dengan baik,” tegas Ubaid.
Ketiga, soal penurunan jumlah penerima PIP dan KIP-Kuliah. Pemangkasan anggaran juga berdampak pada berkurangnya jumlah penerima bantuan pendidikan.
Program Indonesia Pintar (PIP) yang selama ini membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu mengalami penurunan jumlah penerima.
Jumlah penerima PIP pada tahun 2024 tercatat sebanyak 18,6 juta siswa. Jumlah itu turun menjadi menjadi 17,9 juta siswa pada tahun 2025, sebagaimana disampaikan dalam paparan Kemendikdasmen di Komisi X DPR RI.
“Meski pemerintah mengklaim tidak ada pemotongan dana PIP, tetapi mengapa jumlah penerimanya berkurang dibanding tahun lalu? Ini tentu meresahkan masyarakat, apalagi masih banyak kasus penghentian bantuan PIP serta penyalahgunaan dana,” ujar Ubaid.
Di tingkat perguruan tinggi, pemangkasan anggaran semakin memukul mahasiswa penerima KIP-Kuliah. Sebanyak 663.821 mahasiswa penerima KIP-K terancam tidak dapat melanjutkan studi karena tidak mendapatkan pendanaan.
“Ini adalah situasi darurat yang harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah,” tegasnya.
JPPI menegaskan bahwa kebijakan anggaran pendidikan saat ini mengindikasikan lemahnya komitmen pemerintah terhadap pendidikan.
Pemotongan anggaran, inkonsistensi pernyataan antarkementerian, serta berkurangnya jumlah penerima bantuan pendidikan merupakan bentuk nyata dari ketidakseriusan pemerintah dalam memastikan akses pendidikan bagi seluruh warga negara.
Dalam hal ini, JPPI mendesak pemerintah untuk merevisi kebijakan anggaran pendidikan agar lebih berpihak pada sektor yang benar-benar membutuhkan, khususnya Kemendikdasmen-Kemendiktisaintek yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi.
JPPI mendesak pemerintah untuk menjamin transparansi dan konsistensi informasi terkait anggaran pendidikan agar masyarakat tidak terus dibingungkan dengan pernyataan yang bertolak belakang.
Pemerintah juga diminta untuk memastikan tidak ada pemangkasan bantuan pendidikan seperti PIP dan KIP-Kuliah yang berdampak langsung pada akses pendidikan bagi siswa dan mahasiswa dari keluarga kurang mampu.
Pemangkasan anggaran pendidikan, harus dikembalikan untuk penguatan sektor pendidikan. Jika tidak, ini akan menyalahi mandatory spending minimal 20% yang wajib ditunaikan oleh pemerintah, sebagaimana termaktub dalam UUD 1945, pasal 31.
“Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Jangan biarkan anak-anak dan mahasiswa Indonesia menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak pada mereka,” pungkas Ubaid. (*)
1 komentar untuk “Soal Alokasi Anggaran Pendidikan, JPPI Beri Peringatan Darurat”
Pingback: JPPI Kecam Tindakan Represif Aparat terhadap Siswa di Papua - PROKALTIM